AHLU SUNNAH WAL JAMA'AH

SEJARAH SINGKAT IMAM SYAFI'I

Nama dan Nasab

Beliau bernama Muhammad dengan kun-yah Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung keturunan paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin al-Muththalib.

Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi‘, kakek dari kakek beliau, -yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi‘i)- menurut sebagian ulama adalah seorang sahabat shigar (yunior) Nabi. As-Saib, bapak Syafi‘, sendiri termasuk sahabat kibar (senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah saw. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin Quraysy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan menyatakan masuk Islam.

Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits bersepakat bahwa Imam Syafi‘i berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memberi kesaksian mereka akan kevalidan nasabnya tersebut dan ketersambungannya dengan nasab Nabi, kemudian mereka membantah pendapat-pendapat sekelompok orang dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyah yang menyatakan bahwa Imam Syafi‘i bukanlah asli keturunan Quraysy secara nasab, tetapi hanya keturunan secara wala’ saja.

Adapun ibu beliau, terdapat perbedaan pendapat tentang jati dirinya. Beberapa pendapat mengatakan dia masih keturunan al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, sedangkan yang lain menyebutkan seorang wanita dari kabilah Azadiyah yang memiliki kun-yah Ummu Habibah. Imam an-Nawawi menegaskan bahwa ibu Imam Syafi‘i adalah seorang wanita yang tekun beribadah dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia seorang yang faqih dalam urusan agama dan memiliki kemampuan melakukan istinbath.

Waktu dan Tempat Kelahirannya

Beliau dilahirkan pada tahun 150H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh al-Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah dalam bidang yang ditekuninya.

Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan beberapa tempat yang berbeda. Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh ahli sejarah adalah kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah kota Asqalan dan Yaman.

Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat digabungkan dengan dikatakan bahwa beliau dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. Ketika berumur dua tahun, beliau dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah, karena sang ibu khawatir nasabnya yang mulia lenyap dan terlupakan.

Pertumbuhannya dan Pengembaraannya Mencari Ilmu

Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi‘bu al-Khaif. Di sana, sang ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya ibunya tidak mampu untuk membiayainya, tetapi sang guru ternyata rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatannya dalam menghafal. Imam Syafi‘i bercerita, “Di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran), saya melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid-muridnya ayat Alquran, maka aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal semua yang dia diktekan, dia berkata kepadaku, “Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun darimu.” Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya sebagai penggantinya (mengawasi murid-murid lain) jika dia tidak ada. Demikianlah, belum lagi menginjak usia baligh, beliau telah berubah menjadi seorang guru.

Setelah rampung menghafal Alquran di al-Kuttab, beliau kemudian beralih ke Masjidil Haram untuk menghadiri majelis-majelis ilmu di sana. Sekalipun hidup dalam kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba ilmu. Beliau mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada saat beliau belum lagi berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal Alquran pada saat berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam Malik di Madinah.

Beliau juga tertarik mempelajari ilmu bahasa Arab dan syair-syairnya. Beliau memutuskan untuk tinggal di daerah pedalaman bersama suku Hudzail yang telah terkenal kefasihan dan kemurnian bahasanya, serta syair-syair mereka. Hasilnya, sekembalinya dari sana beliau telah berhasil menguasai kefasihan mereka dan menghafal seluruh syair mereka, serta mengetahui nasab orang-orang Arab, suatu hal yang kemudian banyak dipuji oleh ahli-ahli bahasa Arab yang pernah berjumpa dengannya dan yang hidup sesudahnya. Namun, takdir Allah telah menentukan jalan lain baginya. Setelah mendapatkan nasehat dari dua orang ulama, yaitu Muslim bin Khalid az-Zanji -mufti kota Mekkah-, dan al-Husain bin ‘Ali bin Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka beliau pun tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau melakukan pengembaraannya mencari ilmu.

Beliau mengawalinya dengan menimbanya dari ulama-ulama kotanya, Mekkah, seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ –yang masih terhitung paman jauhnya-, Sufyan bin ‘Uyainah –ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping itu beliau juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi mahir sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan dikatakan bahwa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena sasaran.

Setelah mendapat izin dari para syaikh-nya untuk berfatwa, timbul keinginannya untuk mengembara ke Madinah, Dar as-Sunnah, untuk mengambil ilmu dari para ulamanya. Terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin Anas, penyusun al-Muwaththa’. Maka berangkatlah beliau ke sana menemui sang Imam. Di hadapan Imam Malik, beliau membaca al-Muwaththa’ yang telah dihafalnya di Mekkah, dan hafalannya itu membuat Imam Malik kagum kepadanya. Beliau menjalani mulazamah kepada Imam Malik demi mengambil ilmu darinya sampai sang Imam wafat pada tahun 179. Di samping Imam Malik, beliau juga mengambil ilmu dari ulama Madinah lainnya seperti Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma‘il bin Ja‘far, Ibrahim bin Sa‘d dan masih banyak lagi.

Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan mencari ilmu ke Yaman. Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain. Namun, berawal dari Yaman inilah beliau mendapat cobaan –satu hal yang selalu dihadapi oleh para ulama, sebelum maupun sesudah beliau-. Di Yaman, nama beliau menjadi tenar karena sejumlah kegiatan dan kegigihannya menegakkan keadilan, dan ketenarannya itu sampai juga ke telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang-orang yang tidak senang kepadanya akibat kegiatannya tadi mengadukannya kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, Mereka menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama orang-orang dari kalangan Alawiyah.

Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi‘i hidup pada masa-masa awal pemerintahan Bani ‘Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah dari Bani ‘Abbasiyah hampir selalu menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan ‘Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam dalam memadamkan pemberontakan orang-orang ‘Alawiyah yang sebenarnya masih saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan hal itu menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara umum dan pada diri Imam Syafi‘i secara khusus. Dia melihat orang-orang dari Ahlu Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan dari penguasa. Maka berbeda dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun menampakkan secara terang-terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut sedikitpun, suatu sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat sulit.

Sikapnya itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap tasyayyu‘, padahal sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu’ model orang-orang syi‘ah. Bahkan Imam Syafi‘i menolak keras sikap tasysyu’ model mereka itu yang meyakini ketidakabsahan keimaman Abu Bakar, Umar, serta ‘Utsman , dan hanya meyakini keimaman Ali, serta meyakini kemaksuman para imam mereka. Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait adalah kecintaan yang didasari oleh perintah-perintah yang terdapat dalam Alquran maupun hadits-hadits shahih. Dan kecintaan beliau itu ternyata tidaklah lantas membuatnya dianggap oleh orang-orang syiah sebagai ahli fiqih madzhab mereka.

Tuduhan dusta yang diarahkan kepadanya bahwa dia hendak mengobarkan pemberontakan, membuatnya ditangkap, lalu digelandang ke Baghdad dalam keadaan dibelenggu dengan rantai bersama sejumlah orang-orang ‘Alawiyah. Beliau bersama orang-orang ‘Alawiyah itu dihadapkan ke hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid. Khalifah menyuruh bawahannya menyiapkan pedang dan hamparan kulit. Setelah memeriksa mereka seorang demi seorang, ia menyuruh pegawainya memenggal kepala mereka. Ketika sampai pada gilirannya, Imam Syafi‘i berusaha memberikan penjelasan kepada Khalifah. Dengan kecerdasan dan ketenangannya serta pembelaan dari Muhammad bin al-Hasan -ahli fiqih Irak-, beliau berhasil meyakinkan Khalifah tentang ketidakbenaran apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya beliau meninggalkan majelis Harun ar-Rasyid dalam keadaan bersih dari tuduhan bersekongkol dengan ‘Alawiyah dan mendapatkan kesempatan untuk tinggal di Baghdad.

Di Baghdad, beliau kembali pada kegiatan asalnya, mencari ilmu. Beliau meneliti dan mendalami madzhab Ahlu Ra’yu. Untuk itu beliau berguru dengan mulazamah kepada Muhammad bin al-Hassan. Selain itu, kepada Isma‘il bin ‘Ulayyah dan Abdul Wahhab ats-Tsaqafiy dan lain-lain. Setelah meraih ilmu dari para ulama Irak itu, beliau kembali ke Mekkah pada saat namanya mulai dikenal. Maka mulailah ia mengajar di tempat dahulu ia belajar. Ketika musim haji tiba, ribuan jamaah haji berdatangan ke Mekkah. Mereka yang telah mendengar nama beliau dan ilmunya yang mengagumkan, bersemangat mengikuti pengajarannya sampai akhirnya nama beliau makin dikenal luas. Salah satu di antara mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal.

Ketika kamasyhurannya sampai ke kota Baghdad, Imam Abdurrahman bin Mahdi mengirim surat kepada Imam Syafi‘i memintanya untuk menulis sebuah kitab yang berisi khabar-khabar yang maqbul, penjelasan tentang nasikh dan mansukh dari ayat-ayat Alquran dan lain-lain. Maka beliau pun menulis kitabnya yang terkenal, Ar-Risalah.

Setelah lebih dari 9 tahun mengajar di Mekkah, beliau kembali melakukan perjalanan ke Irak untuk kedua kalinya dalam rangka menolong madzhab Ash-habul Hadits di sana. Beliau mendapat sambutan meriah di Baghdad karena para ulama besar di sana telah menyebut-nyebut namanya. Dengan kedatangannya, kelompok Ash-habul Hadits merasa mendapat angin segar karena sebelumnya mereka merasa didominasi oleh Ahlu Ra’yi. Sampai-sampai dikatakan bahwa ketika beliau datang ke Baghdad, di Masjid Jami ‘ al-Gharbi terdapat sekitar 20 halaqah Ahlu Ra ‘yu. Tetapi ketika hari Jumat tiba, yang tersisa hanya 2 atau 3 halaqah saja.

Beliau menetap di Irak selama dua tahun, kemudian pada tahun 197 beliau balik ke Mekkah. Di sana beliau mulai menyebar madzhabnya sendiri. Maka datanglah para penuntut ilmu kepadanya meneguk dari lautan ilmunya. Tetapi beliau hanya berada setahun di Mekkah.

Tahun 198, beliau berangkat lagi ke Irak. Namun, beliau hanya beberapa bulan saja di sana karena telah terjadi perubahan politik. Khalifah al-Makmun telah dikuasai oleh para ulama ahli kalam, dan terjebak dalam pembahasan-pembahasan tentang ilmu kalam. Sementara Imam Syafi‘i adalah orang yang paham betul tentang ilmu kalam. Beliau tahu bagaimana pertentangan ilmu ini dengan manhaj as-salaf ash-shaleh –yang selama ini dipegangnya- di dalam memahami masalah-masalah syariat. Hal itu karena orang-orang ahli kalam menjadikan akal sebagai patokan utama dalam menghadapi setiap masalah, menjadikannya rujukan dalam memahami syariat padahal mereka tahu bahwa akal juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Beliau tahu betul kebencian meraka kepada ulama ahlu hadits. Karena itulah beliau menolak madzhab mereka.

Dan begitulah kenyataannya. Provokasi mereka membuat Khalifah mendatangkan banyak musibah kepada para ulama ahlu hadits. Salah satunya adalah yang dikenal sebagai Yaumul Mihnah, ketika dia mengumpulkan para ulama untuk menguji dan memaksa mereka menerima paham Alquran itu makhluk. Akibatnya, banyak ulama yang masuk penjara, bila tidak dibunuh. Salah satu di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Karena perubahan itulah, Imam Syafi‘i kemudian memutuskan pergi ke Mesir. Sebenarnya hati kecilnya menolak pergi ke sana, tetapi akhirnya ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah. Di Mesir, beliau mendapat sambutan masyarakatnya. Di sana beliau berdakwah, menebar ilmunya, dan menulis sejumlah kitab, termasuk merevisi kitabnya ar-Risalah, sampai akhirnya beliau menemui akhir kehidupannya di sana.

Keteguhannya Membela Sunnah

Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul Hadits, beliau dalam menetapkan suatu masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagai landasan dan sumber hukumnya. Beliau selalu menyebutkan dalil-dalil dari keduanya dan menjadikannya hujjah dalam menghadapi penentangnya, terutama dari kalangan ahli kalam. Beliau berkata, “Jika kalian telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling mengambil pendapat yang lain.” Karena komitmennya mengikuti sunnah dan membelanya itu, beliau mendapat gelar Nashir as-Sunnah wa al-Hadits.

Terdapat banyak atsar tentang ketidaksukaan beliau kepada Ahli Ilmu Kalam, mengingat perbedaan manhaj beliau dengan mereka. Beliau berkata, “Setiap orang yang berbicara (mutakallim) dengan bersumber dari Alquran dan sunnah, maka ucapannya adalah benar, tetapi jika dari selain keduanya, maka ucapannya hanyalah igauan belaka.” Imam Ahmad berkata, “Bagi Syafi‘i jika telah yakin dengan keshahihan sebuah hadits, maka dia akan menyampaikannya. Dan prilaku yang terbaik adalah dia tidak tertarik sama sekali dengan ilmu kalam, dan lebih tertarik kepada fiqih.” Imam Syafi ‘i berkata, “Tidak ada yang lebih aku benci daripada ilmu kalam dan ahlinya” Al-Mazani berkata, “Merupakan madzhab Imam Syafi‘i membenci kesibukan dalam ilmu kalam. Beliau melarang kami sibuk dalam ilmu kalam.”

Ketidaksukaan beliau sampai pada tingkat memberi fatwa bahwa hukum bagi ahli ilmu kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, lalu dinaikkan ke atas punggung unta dan digiring berkeliling di antara kabilah-kabilah dengan mengumumkan bahwa itu adalah hukuman bagi orang yang meninggalkan Alquran dan Sunnah dan memilih ilmu kalam.

Wafatnya

Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.

Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi‘i, sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah ?” Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus”

Karangan-Karangannya

Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam al-Fahrasat.
Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah al-Umm, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan ar-Risalah al-Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Alquran dan As-Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.

Sunting dari : htttp://lordjely.wordpress.com

untuk format PDF bisa di download disini
Lebih Lengkap...

Bencana Alam, Peringatan/Azab atau Ujian/Anugerah?

Tahukah Anda bahwa Hukum Alam ternyata memiliki nilai-nilai yang selaras dengan diri kita, istilahnya keselarasan antara makrokosmos dan mikrokosmos. Perhatikanlah, apa saja yang berlaku di alam secara makro, maka seringkali berlaku juga pada individu manusia secara mikro. Itu sebabnya tak heran, jika Anda berhasil hidup selaras dengan alam maka hidup Anda akan lebih sejahtera, mengikuti arus tapi tak terbawa arus.


Allah telah memberitakan kepada kita semua bahwa Alam semesta ini diciptakan Allah dengan begitu seimbang. “…Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” Q.S. Al-Mulk : 3-4.


Mungkin Anda bertanya, “Kalau alam semesta itu seimbang, mengapa banyak terjadi bencana alam? Bukankah bencana alam itu menandakan bahwa alam itu tidak seimbang alias rapuh?” Nah, sementara silakan Anda pikirkan sendiri jawabannya (maksimal 3 menit saja ya...). Nah, apa jawaban Anda? Baik, mari kita selaraskan jawaban kita. Mungkin jawaban Anda bisa jadi lebih benar dari jawaban saya. Wallahu a’lam.


Yup, Alam diciptakan oleh Allah dengan ketelitian yang luar biasa. Sehingga apabila terjadi pergeseran di alam semesta ini walaupun satu per sekian milyard maka akan berdampak secara signifikan pada kehidupan manusia, dan itu bisa saja sebuah kehancuran yang sangat besar. Begitupun sebaliknya. Jika ada pergeseran di jiwa manusia maka alam semesta pun ikut “bergeser”.


Tanda-tanda alam adalah tanda-tanda jiwa. Kalau jiwa kita tenang, damai, khusyu dan dekat dengan Allah, maka Alam semes
ta pun berlaku sama kepada kita. Tapi kalau kita sebagai jiwa selalu berontak, protes, mengeluh, maksiat, zalim, berlebih-lebihan, marah-marah, suka membentak, dan jauh dari Allah, maka Alam semesta pun akan sering “membentak-bentak” kita. Alam semesta bukanlah Tuhan, tapi alam semesta bekerja sesuai dengan kehendak Tuhan.

Itu sebabnya Allah pun berfirman dalam Al-Quran, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah.” Q.S. As Syuura : 30-31


Ternyata, justru musibah itu hadir sebagai penyeimbang energi negatif yang banyak dilakukan oleh manusia di daerah musibah tersebut. Tetapi tentunya memang tidak semua tempat-tempat maksiat dihadiahi bencana alam dan musibah lainnya, sebab ada juga beberapa tempat maksiat lainnya sengaja ditangguhkan azabnya oleh Allah SWT.


Perhatikan Firman Allah berikut, “Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada Keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima Taubat mereka. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Q.S. At Taubah : 106


Suburnya “energi negatif” (baca : amalan maksiat) yang ditanam di suatu daerah, dan minimnya “energi positif” (baca : amal sholeh) yang dihadirkan di daerah tersebut, bisa mengakibatkan ketidakseimbangan di alam semesta, sehingga telah membuat alam semesta “terpaksa” langsung turun tangan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangannya.


Untuk itu wahai sahabatku, sebelum ”Alam semesta” mencapai ambang batas ”Toleransinya” atas energi-energi negatif yang masih serin
g kita berdayakan di muka Bumi ini, maka segeralah bertaubat dan mulailah memberdayakan energi-energi positif yang Anda miliki. Tidak mudah memang, apalagi jika energi negatif kita sangat banyak, maka kita harus betul-betul bersegera menyeimbangkannya dengan energi positif terbaik kita, sebelum ajal menjemput atau sebelum sang alam mengamuk.


Azab dihadirkan bukan untuk sekedar menghukum orang-orang yang patut dihukum, tapi lebih kepada untuk menjaga kelestarian bumi ini dari perilaku manusia yang suka berlebih-lebihan. Perhatikan pembelajaran berikut, ”...Seandainya Allah tidak menolak (mengganti) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam.” Q.S. Al-Baqoroh : 251


Sahabatku, Ujian dan Azab itu memang beda tipis. Tingkat kesulitannya kadang sama. Ujian itu biasanya hadir di depan (didahulukan), sedangkan azab biasanya hadir dibelakang. Azab diberikan kepada orang-orang yang
bertingkah berlebih-lebihan, sedangkan ujian diberikan kepada orang-orang yang akan "dilebihkan-Nya".


Wallahu alam

Lebih Lengkap...

Remaja Muslim Sekarang dikepung Budaya Valentine Day

[ dikutip dari http://captaincook6.multiply.com/ ] — Pernah jalan-jalan di Mal, Toko buku-toko buku, pas bulan Februari ini coba deh kamu jalan-jalan ke mal-mal, toko buku-toko buku, coba perhatikan di sekeliling anda, diatap-atap or langit-langit terpampang gambar warna merah jambu, ada yg berbentuk dua buah hati jambu, kayaknya sih meriah banget…apalagi pas kamu sedang bersama doi, wuih kelihatan romantis tis..tis..tis…(yg ini pasti perasaan kamu).

Memangnya, ada apa dengan bulan Februari sih, kok banyak terpampang gambar hati merah jambu?, Di antara meriahnya warna merah jambu terpampang tulisan besar-besar “Happy Valentine Day”, di TV dan Radio, majalah maupun Koran pun seolah tidak ingin ketinggalan menampilkan iklan Hari Valentine, memanfaatkan isu valentine day dengan menyelenggarakan acara-acara wah, apalagi hal ini juga dimeriahkan dengan remaja putra-putri yang sedang asyik gaul.

Ya itulah…hari valentine, or hari dimana kita berkasih sayang, dulu pas SMP sih saya denger aja apa hari valentine day itu, tapi waktu itu nggak tahu apa sih sebenarnya valentine day, apa lagi ikut merayakannya…

Pemandangan perayaan valentine day agaknya tidak lah telalu asing di Kota kota besar di Indonesia, seperti Jakarta , Bandung , Surabaya , Yogyakarta dll. Dimana Remaja putra dan putri, cewek cowok, walaupun masih SMP kelas I sudah kenal yang namanya budaya setan ini, mereka biasanya menghabiskan perayaan ini dengan mengadakan lomba saling merayu antara lawan jenis, saling memberikan bunga, permen kepada pacarnya, ngadain pesta musik tdk peduli disitu terjadi percampuran pria dan wanita non-mahram, disertai dengan minuman keras, sampek ajang buka-bukaan baju, membuang-buang uang ortunya sekena perutnya, bahkan acara ini dijadikan justifikasi para cowok dan cewek untuk mengekspresikan hawa nafsunya kepada lawan jenis, misalnya mencium pipi, memegang tangan, sampai adegan syetan, nauudzu billahi min dzaliki.

Lucunya perayaan ini pun rupanya tdk dimonopoli oleh anak muda, para bapak-bapak dan Ibu-ibu, tante-tante pun tidak ketinggalan ‘bertaklid’ merayakan budaya sampah ini, seolah-oleh bertameng merayakan hari kasih sayang, mereka menjustifikasi hal ini dengan merayakan bersama-sama dengan lawan jenisnya, saling membagikan bunga, berpesta bahkan mencontoh seperti apa yg dilakukan “anak-anaknya”.

Yang miris yaitu, aktivitas ini telah menjarah remaja islam, remaja yang diwanti-wanti oleh Nabi Muhammad saw, untuk tidak taqlid kepada cara hidup orang kafir. Untuk selalu mengikatkan perilakunya agar merujuk pada islam, menjadikan halal haram sebagai patokan dalam seluruh perbuatannya, malah larut dalam perayaan jahiliah ini dengan meninggalkan akidah islam.

Lalu Mengapa sih remaja islam terprovokasi acara bejat ini?, bagaimana pula asal-usul Valentine day?, dan bagaimana Pandangan Islam terhadap perayaan valentine day, serta sikap yang harus kita ambil seperti apa?, berikut ini jawaban pertanyaan diatas.

Asal-Usul Valentine Day

Valentine Day biasa dirayakan tiap tanggal 14 Februari, Mengapa sampai ada valentine day ? Setidak-tidaknya ada beberapa legenda diantaranya; adalah Kerajaan Romawi, yang dipimpin Kaisar Claudius II sekitar Abad III masehi. Pada saat itu Kerajaan Romawi sering terlibat dalam kampanye perang berdarah-darah dengan kerajaan lain.

Saat itu banyak orang laki-laki yang enggap bergabung dengan kesatuan militer yang dia kerahkan, alasannya adalah bahwa mereka lebih mencintai istri dan keluarganya dan tdk mau meninggalkan mereka untuk berperang apalagi perang yg memakan berbulan-bulan, bahkan tahunan.

Kaisar yang kejam tersebut mencari jalan dengan melarang perkawinan dan tidak mengijinkan perkawinan para pemuda, diharapkan pemuda tersebut menjadi prajurit/tentara dlm kesatuan militer, menurut Kaisar prajurit yang bagus itu pemuda yg tidak menikah.

Melihat bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan Penguasa Romawi tersebut, Seorang pemuda yg bernama Valentinos atau orang yg bernama Valentine mempertahankan percintaannya diwilayah kekuasaan Kaisar II, bahkan dia melaksanakan perkawinannya dengan sembunyi-sembunyi kendati Sang Kaisar melarang hal ini. Akhirnya berita tentang perkawinannya tercium juga oleh Sang Kaisar, Seketika itu Ia menangkap dan memenjarakan Valentine hingga ia meninggal tanggal 14 Pebruari 270 Masehi.

Beberapa ratus tahun kemudian acara Valentine Day berkembang pesat seperti yg kita kenal dewasa ini, pada waktu itu Agama Kristen lagi pesat-pesatnya berkembang di Eropa. Sedangkan legenda yang lain menyatakan bahwa Ketika Valentine dipenjara di Romawi , Ia tertarik dengan seorang gadis dan jatuh cinta kepadanya, gadis yang pernah mengunjunginya selama masa penahananya, dimana gadis itu sendiri saudara dari orang yg memenjarakan Valentine. Diduga Ia menulisi surat kepada gadis tersebut dan menandatanganinya “from your valentine”. Paus Gelasius kemudian mendeklarasikan tanggal 14 Pebruari sebagai Valentine Day sekitar abad 498 M.

Demikianlah beberapa legenda seputar valentine day, namun yang jelas bahwa masih terjadi kesamaran, dan bias seputar valentine day dan legenda versi lain mengatakan bahwa valentine merupakan figur yang simpatik dan romantis dan heroik.

Itulah sedikit tentang asal-usul hari valentine day dimana kemunculannya dari Kerajaan Romawi, kendati berdasarkan ceritanya hanya seorang pemuda yg memberikan surat cinta kepada seorang gadis namun sekarang tradisi merayakan valentine day telah berubah, valentine day dirayakan dengan berbagai kemaksiatan, pelanggaran hukum syara’, dan diisi berbagai aktivitas menghambur-hamburkan uang. Sangat jelas aktivitas yang sangat bertentangan dengan hukum syara’ ini patut dijelaskan kepada umat islam, sehingga mereka memahami keharaman perayaan valentine day ini, meninggalkannya.

Pandangan Islam terhadap Perayaan Valentine Day

Telah dijelaskan diatas mengenai aktivitas para remaja yang ikut-ikutan merayakan valentine day dengan membabi buta, disertai dengan aktivitas campur baur antara lawan jenis, dan perbuatan maksiat lain, lalu bagaimana sebenarnya hukum ikut merayakan valentine itu, berikut akan saya paparkan.

Islam adalah akidah dan syariah, didalamnya mengatur seluruh kehidupan manusia tidak ada satupun kehidupan yang tidak diatur oleh islam, setiap muslim wajib mengikatkan seluruh perbuatannya dengan hukum syara’, diharamkan ia melakukan perbuatan tanpa mengetahui status hukumnya, sebagaimana kaedah fikih, mengatakan “al aslu fi al af’al ataqiyudu li al hukmi syar’i yang artinya “Asal (pokok/hukum) perbuatan itu terikat dengan hukum-hukum syara”.

Allah swt berfirman dalam Quran dalam surah An Nisa : 65 : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”

Dalam Surah Al Maidah : 49 Allah berfirman : “dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”.

Jelaslah dari ayat-ayat diatas, setiap muslim wajib mengikatkan seluruh perbuatannya dengan apa yang Allah turunkan Al Quran dan As Sunnah, dan dilarang keras kita mengambil hukum selain dari hal tersebut. Tidak dijadikan akidah islam sebagai ikatan pemutus seluruh perbuatan manusia dewasa ini merupakan faktor kenapa banyak remaja sekarang terperosok dalam perbuatan haram, disamping itu ketidakpahaman mereka terhadap hal tersebut, dan budaya ikut-ikutan memainkan peranan ini.

‘Berkasih-sayang’ versi ‘Valentine’an ini, haruslah diketahui terlebih dahulu hukumnya, lalu diputuskan apakah akan dilaksanakan atau ditinggalkan. Dengan melihat dan memahami asal-usul serta fakta pelaksanaan Valentine’s Day, sebenarnya perayaan ini tidak ada sangkut pautnya sedikitpun dengan corak hidup seorang Muslim.

Tradisi tanpa dasar ini lahir dan berkembang dari segolongan manusia (kaum/bangsa) yang hidup dengan corak yang sangat jauh berbeza dengan corak hidup berdasarkan syariat Islam yang agung. Jika kita fahami nas-nas syara’ dengan lebih mendalam, akan kita dapati aturan yang tegas terhadap masalah ini, antara lain firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawaban” (QS Al Isra’ : 36)”

Disini sangat jelas Valentine day adalah budaya orang kafir, yang nyata-nyata kita dilarang untuk mengambilnya, dalam hal ini kita dilarang menyerupai budaya yang lahir dari peradaban kaum kafir, yg jelas-jelas bertentangan dengan akidah islam, sementara yang boleh diambil dari semua orang(termasuk kafir) adalah dalam masalah terknologi, budaya yang tdk lahir dari pandangan hidup mereka; seperti bahasa asing, menanam padi yang baik, membuat pesawat terbang, komputer, sepeda motor, mobil dll bahkan kita dituntut untuk mendalami hal ini.

Hali ini diperkuat dengan hadist Rasulullah saw : Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari golongan mereka“(HR Abu Daud dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar).

Tidak termasuk golongan ku orang-orang yang menyerupai selain golongan umat ku (umat Islam)” (HR Tirmidzi dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari datuknya).

Maka sangat jelas kita tidak diperbolehkan “tashabuh”, menyerupai, meniru-niru cara hidup orang kafir yang lahir dari pandangan hidupnya, sudah seharusnya kita tinggalkan semua budaya kufur tersebut jauh-jauh.

Aktivitas muda-mudi ketika merayakan valentine juga banyak yg melanggar syara’, mereka melakukan kadang dengan berduaan/khalwat, antara lawan jenis, saling berciuman, berpegangan tangan, kadang dilakukan dengan ramai-ramai campur baur laki dan wanita non mahram, disertai dengan alunan musik, saling merayu. Padahal sudah sangat jelas bahwa hukum asal kaum wanita dan laki-laki adalah terpisah sebelum ada dalil/keperluan syar’i yang menuntut bertemunya keduanya misalnya berdagang, bekerja, beribadah, haji, sholat, menikah dll.

Itupun mereka harus memperhatikan syarat-syarat pergaulan/akhlak wanita berhubungan dengan laki-laki, menutup aurat dengan menegenakan kerudung dan jilbab, tidak berdandan berlebihan, dll. Nabi sendiri mengatakan bahwa,”Barangsiapa melakukan amal yang tiada didasari perintahku (Quran dan Sunnah), maka amal perbuatannya tertolak” (HR. Ahmad).

Sungguh ikut merayakan hari valentine adalah tindakan tercela, dan haram bagi kaum muslimin untuk merayakan, Valentine sendiri akar kemunculannya dari orang kafir, barat, apalagi kemunculannya berasal dari budaya lokal, maka sudah sepatutnya kaum muslimin meninggalkan hal tersebut.

Menentukan Sikap

Sungguh sangat jelas sikap yang harus diambil oleh kaum muslimin, bahwa merayakan valentine berarti meniru adat/budaya kufur kaum lain, padahal kita dilarang untuk mengekor, mengambil cara hidup yg lahir dari akidah selain islam, seperti valentine day, juga pemahaman hak asasi manusia, demokrasi, dialog antar agama, kapitalisme, sosialisme.

Sudah cukup kita hanya mengambil pandangan hidup yang terlahir dari akidah islam karena sudah jelas bahwa islam adalah agama yang sempurna sebagiamna diterangkan Allah swt dalam Qur’an surah Al – Maidah : 3, “…….Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu……”

Begitu pula Allah swt menyuruh umatnya untuk mengikuti standar halal-haram, menjadikan Muhammad Rasulullah sebagai panutan, mengambila apa yang dicontohkannya dan meninggalkan dari perkara yang dilarangnya, sebagimana firman Allah dalam surah al Hasyr :7 : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.“

Maka apalagi yang kita tunggu selain meninggalkan bentuk pengekoran acara valentine day itu, marilah serkarang kita mulai meninggalkan sesuatu yang memang wajib diingkari, dan memulai untuk berusaha menerapkan ajaran-ajaran islam, memilih-milih mana perkara yg tdk bertentangan dengan islam kita ambil, sementara perkara yg bertentangan dengan islam kita tolak dan tinggalkan.

Hendaknyalah kita renungkan perkataan sosiolog Ibnu Khaldun yang menyatakan Yang kalah cenderung mengekor yang menang, dari segi pakaian, kendaraan, bentuk senjata yang dipakai, malah meniru dalam setiap cara hidup mereka, termasuk di sini adalah mengikuti adat istiadat mereka ……..”.

Hal itu selaras dengan apa yang telah di sabdakan Nabi : Tidak akan kiamat sebelum umatku mengikuti apa-apa yang dilakukan bangsa-bangsa terdahulu, selangkah demi selangkah, sehasta demi sehasta“.

Diantara para sahabat ada yang bertanya “Ya, Rasululah apakah yang dimaksud (di sini) adalah bangsa-bangsa Yahudi dan Nasrani ?”
Rasulullah menjawab “Siapa lagi (kalau bukan mereka) (HR. al-Bukhori)

Akhirnya tinggalkan budaya kufur yang mengumbar hawa nafsu kesenangan duniawi itu, budaya menyesatkan yang dijadikan senjata orang-orang kafir untuk mengekspor peradabannya kepada kaum muslimin, sehingga tercapai target yang diinginkan orang-orang kafir yang memang sangat membenci Islam dan umatnya. Orang-orang kafir ini tidak akan segan-segan mengeluarkan umat islam dari akidah yg dipegangnya yakni akidah islam dan selanjutnya mengikuti akidah jahiliah, sekulerisme kapitalisme.

Maka itu wahai saudaraku-saudaraku renungkanlah, Allah swt berfirman dalam surah al Baqarah :120 Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”(al Baqarah :120)

Lebih Lengkap...

Sejarah Desa Sememi

Mbah H. Achmad Ali adalah seorang waliyulloh yang sangat Special sewaktu kecil dia tidak mau untuk tidur didalam rumah, dia cenderung senang untuk tidur diteras depan rumahnya ketika ayahnya berkata "Kenapa engkau tidak mau tidur didalam rumah, apa rumah ayahmu ini jelek" beliau menjawab bahwasannya dia ingin menikmati alam semesta ini.
Ketika beliau berumur sekitar 9 tahun, beliau di suruh oleh orang tuanya untuk menuntut ilmu pada kanjeng sunan ampel, akan tetapi sunan ampel tidak serta merta menerima mabah ali untuk menjadi muridnya harus di test dulu. sunan ampel menguji mbah ali untuk mengambil kelapa "Tolong Ambilkan kelapa itu" mbah ali menjawab "baik, sunan" akan tetapi setelah sampai diatas mau memetik kelapa terdengan adzan dhuhur lalu mbah ali langsung turun ketika ditanya sunan ampel "mana kelapanya?" mbah ali menjawab"sudah adzan dhuhur sunan, waktunya sholat". sunan ampel menjawab"baik, Sholat dulu, nanti selesai sholat kamu ambilkan kembali kelapanya." mbah ali menjawab "baik sunan". setelah selesai sholat dhuhur sunan ampel tidak keluar-keluar sehingga hampir tiba waktu ashar, lalu mbah ali disuruh untuk mengambil kelapa tadi, akan tetapi waktu hendak memetik kelapa terdengar adzan ashar lalu mbah ali turun lagi ditanya oleh sunan ampel "mana kelapannya?" mbah ali mejawab "sudah adzan ashar sunan, waktunya sholat." sunan ampel bertanya lagi"kenapa tidak kamu ambil, saja?" mbah ali menjawab"waktu adzan saya diperintahkan oleh gusti Allah untuk sholat, sedangkan kelapa ini oleh sunan." mendengar jawaban itu sunan ampel menagis terharu karena begitu kuat keimanan mbah ali.
mengijak dewasa sekitar umur 25 tahunan mbah ali ditugaskan oleh sunan ampel untuk berdakwah di desa didaerah gresik. desa tersebut termasuk desa yang kekeringan, curah hujan sangat sedikit, orang-orang didesa tersebut sering menggunakan segala cara untuk meminta hujan. mbah ali bermunajah kepada Allah SWT agar diberi jawabah atas masalah-masalah tersebut, kemudian mbah ali diberi petunjuk untuk memberi nama desa tersebut menjadi SEMEMI yang berarti sembayanggo enggo manah ingkang ikhlas (Sholatlah dengan hati yang ikhlas). Wallahu a'lam bishowab.

Mbah Ali (Mbah H. Achmad Ali) dimakamkan di Sememi Kidul tersebut yang sekarang merupakan bagian dari kota Surabaya, yang tiap tahunnya di adakan Haul Agung pada pertengahan bulan Shofar.

Lebih Lengkap...

Tombo Ati (Obat Hati)
















Tombo ati iku ono limang perkoro

Kaping pisan moco Qur’an sakmaknane

Kaping pindo Sholat wengi lakonono
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono

Kaping papat weteng iro engkang luwe
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe

Salah sakwijine sopo biso ngelakoni

Insya Allah Gusti Pangeran ngijabahi


Artinya:

obat penentram jiwa ada lima

Yang pertama baca Qur’an dengan menyelami maknanya
Yang kedua Shalat malam lakukanlah

Yang ketiga Kepada orang sholeh dirimu senantiasa dekatkanlah

Yang keempat perbanyaklah berpuasa

Yang kelima Zikir malam perpanjanglah
Salah satu saja engkau khusyu’ melakukannya

Insya Allah nasibmu akan dirawat oleh Yang Maha Kuasa


Kajian terhadap dakwah Wali Songo semakin menarik hati saya. Banyak sekali sarana dan media dakwah yang telah digunakan oleh para wali untuk menyebarkan ajaran Islam. Para wali ternyata sangat piawai dalam mendesain dakwah yang hendak disampaikannya kepada khalayak ramai dengan menggunakan berbagai macam sarana dan media dakwah. Salah satu media dakwah yang cukup efektif mereka gunakan antara lain melalui pendekatan seni. Dakwah melalui kesenian ini telah dilakukan oleh para wali dalam menyiarkan agama Islam. Bahkan diyakini bahwa empat dari sembilan wali yang dikenal dengan Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Muria, semuanya menggunakan kesenian dalam menyampaikan dakwahnya.
Salah satu wali yang berdakwah melalui pendekatan seni ini adalah Sunan Bonang. Sunan yang bernama asli Raden Makhdum Ibrahim ini adalah anak dari Sunan Ampel dan kakak kandung dari Sunan Drajad. Pendekatan seni yang beliau lakukan dalam berdakwah ialah dengan menggunakan sarana gamelan Jawa dalam menyampaikan syiar Islam. Beliau juga mengubah dan membuat kreasi baru gamelan Jawa dengan nuansa baru, termasuk dengan menambahkan instrumen “bonang”. Karya-karya beliau memiliki nuansa zikir yang mendorong kecintaan manusia pada Allah SWT. Salah satu karya monumental beliau adalah tembang “Tombo Ati”. Tembang ini sampai sekarang masih sering dinyanyikan orang, bahkan terakhir Emha Ainun Najib dan Opick juga mempopulerkan kembali tembang ini dalam album mereka. Tembang “Tombo Ati” ini berisi lima resep ampuh sebagai pelipur hati kita agar senantiasa dekat kepada-Nya. Tembang ini berisi nasihat kepada kita, supaya hati kita selalu tenang dan selalu dekat kepada-Nya, ada lima resep yang harus kita laksanakan dalam mengarungi kehidupan ini. Jika kelima resep ini benar-benar kita laksanakan insya Allah hidup kita akan bahagia, karena hati kita telah merasa tentram dan damai. Lima resep ini juga sangat baik untuk dilaksanakan sekarang ini, terutama sebagai “obat penawar” dari berbagai luka yang sedang menimpa bumi pertiwi ini.

Kelima resep itu adalah :


1. Baca Qur’an dan maknanya.

Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. ”Zaa likal kitaabu laa Raiba fii hi hudan lil muttaqiin.” ”(Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang betaqwa.”) (QS Al-Baqarah:2). Dengan sering membaca Al-Qur’an, apalagi disertai dengan memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya, hal ini akan membuat kita semakin memahami tujuan dari kehidupan kita ini. Dengan menjadikan al-Qur’an sebagai “Way of Life”, maka setiap langkah kita dalam arena kehidupan ini akan selalu berada di bawah naungan dan bimbingan-Nya.
Di saat kita punya keinginan, punya cita-cita, punya harapan, kita jadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan. Dengan panduan dan petunjuk-Nya, insya Allah kita tidak akan tersesat dari jalan-Nya.

2. Shalat malam dirikanlah
Bangun
(shalat) Malam dapat menebus kesalahan, mencerahkan hati dan pikiran, serta menghilangkan pelbagai penyakit jasmani dan ruhani. Dengan shalat malam orang yang berdosa akan diterima tobat dan istighfarnya. Rasulullah Saw bersabda,”Sungguh pada malam hari ada satu waktu. Jika seorang Muslim memohon kebaikan kepada Allah agar diperbagus urusan dunia dan akhiratnya bertpatan dengan waktu tersebut, niscaya Dia (Allah) akan memberinya, Waktu tersebut ada pada setiap malam.” Rasulullah Saw bersabda pula,”Tuhan kita turun ke langit dunia setiap malam ketika seperdua malam telah berlalu. Dia berfirman,’Adakah yang berdoa kepada-Ku sehingga Aku mengabulkannya? Adakah orang yang memohon kepada-Ku sehingga Aku memberinya? Adakah yang memohon ampunan kepada-Ku sehingga Aku mengampuninya?”
Oleh karena itu mari kita berupaya untuk bangun pada sebagian malam seperti seorang hamba yang fakir dan hina, yang menyelinap di kegelapan malam untuk mengetuk pintu kamar tuannya. Kita berdiri di depan pintu dengan menghinakan diri, menunjukkan hati yang hancur, merasa lemah, mengakui dosa, dan merasakan kebutuhan yang amat sangat akan pemberian maaf dan kerelaan dai tuannya, sambil benar-benar mengharapkan rahmat, keridhaan dan Surga-Nya. Waktu yang paling baik untuk bermunajat adalah ketika kita berduaan (khalwat) dengan Tuhan kita, sementara orang lain sedang terlelap. Yaitu waktu ketika seluruh alam sedang hening, malam telah melabuhkan tirainya, dan bintang-gemintang mulai redup cahayanya. Kita hadirkan hati kita, mengingat Tuhan kita, menyatakan kelemahan kita, dan keagungan Tuhan. Kita mengakrabi-Nya, merasa tenteram mengingat-Nya. Kita bahagia dalam mengharap keutamaan dan rahmat-Nya, menangis karena takut kepada-Nya. Kita khusyuk dalam berdoa, bersungguh-sungguh dalam memohon ampunan dan mengadukan segala kebutuhan kita kepada Dia yang sanggup melakukan apa pun. Kita mohonkan kepada-Nya apa pun dalam urusan dunia dan akhirat kita. Kita persembahkan kepada-Nya segala iktiar upaya kita. Pada tengah malam kita berdiri, ruku’, bersujud, berzikir, bertasbih, membaca Al-Qur’an, bertobat, beristighfar, bermunajat, berdoa, dan menangis karena takut kepada Allah. Semua ini adalah bekal kehidupan mulia nan abadi. Allah Swt,”Wa minal laili fatahajjad bihii naa fi latallaka ’asaa ay yab atsaka robbuka maqoomam mahmuda.” ,”Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan-Mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS Al-Isra:79) Pada kesempatan Shalat Tahajud, kita canangkan starting point diri kita untuk berubah. Tidak banyak orang yang mampu bangun pada dua pertiga malam, tidak banyak. Hanya orang-orang yang bertekad kuat untuk berubah lah dan orang–orang terpilih saja yang mau dan mampu untuk bangun mendirikan shalat tahajud. Sikap ini kita transformasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Kita mesti berubah hari ke hari, day to day, berubah menuju arah yang lebih baik, yang pedagang menjadi pedagang sukses, yang menjadi karyawan berubah menjadi karyawan berprestasi, yang menjadi pengusaha skala kecil berubah menjadi pengusaha skala besar. Tetapi perubahan itu semua harus dilandasi dengan perubahan prestasi ibadah kita agar perubahan dalam kehidupan kita menjadi penuh barokah dan Allah Ridho. Ini baru perubahan yang luar biasa!!!

3. Berkumpul dengan orang soleh

Maksud dari berkumpul di sini, bukan sekedar kumpul-kumpul yang tidak ada manfaatnya. Tetapi berkumpul di sini adalah kita bisa bergaul , berteman, bahkan bisa memperoleh ilmu dari orang-orang yang soleh. Orang-orang yang soleh adalah orang-orang yang senantiasa menggunakan hidupnya untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Termasuk di dalamnya adalah para ulama yang takut kepada Allah SWT. Dengan sering bergaul, berinteraksi, dan berdiskusi dengan mereka, maka selain menambah wawasan keislaman kita juga akan semakin membuat kita berusaha mengikuti jejak mereka untuk senantiasa bertaqarrub kepada-Nya.
Bagi pedagang, berkumpullah dengan pedagang yang soleh. Bagi Karyawan berkumpullah dengan karyawan yang soleh. Bagi pengusaha berkumpullah dengan pengusaha yang soleh. Di saat bencana menimpa negeri ini, berkumpul dengan orang-orang soleh, dan memohon doa mereka supaya kita bisa bersabar menghadapi musibah ini adalah sebuah tndakan positif yang harus segera kita lakukan. Apalagi bagi kita yang sudah begitu banyak berlumuran dengan dosa, doa orang-orang yang soleh ini sangat kita butuhkan.

4. Perbanyaklah berpuasa
Puasa
adalah sarana yang sangat baik bagi pengendalian diri kita. Dengan berpuasa kita akan mampu menahan gejolak nafsu yang senantiasa membujuk kita melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Syariat Islam menganjurkan kita untuk banyak melakukan puasa, karena dengan berpuasa kita bisa mengendalikan keinginan nafsu kita.
Keinginan untuk memperoleh sesuatu yang diluar jangkauan kita, akan bisa dikendalikan dengan berpuasa. Keinginan untuk menyeleweng, akan dikendalikan dengan latihan puasa. Apalagi di saat musibah mendera negeri kita Indonesia ini, dibutuhkan banyak kesabaran dan kemampuan menahan hawa nafsu dari segenap penduduk bangsa ini. Dengan memperbanyak puasa, insya Allah berbagai musibah yang ada dapat disikapi dengan penuh kesabaran.

5. Dzikir malam perpanjanglah
Dzikir
adalah upaya untuk selalu mengingat Allah SWT. Apalagi dzikir pada malam hari, di saat orang-orang terlelap dalam mimpi-mimpi yang indah, kita melakukan dzikir kepada-Nya, hal ini akan semakin mendekatkan batin dan hati kita kepada-Nya. Malam hari hari adalah waktu yang paling mustajab untuk memohonkan segala keinginan kita kepada Allah SWT. Dzikir yang kita ucapkan dengan ikhlas akan semakin membuat hati kita serasa sangat dekat kepada-Nya. Dengan hati dan batin yang tenang serta damai, insya Allah kita akan bisa menyikapi segala musibah yang ada dengan tawakal dan ikhlas.
Hadanallahu wa iyyakum ajma’in. Lebih Lengkap...

Ziarah Kubur

Ziarah kubur hukumnya sunnah bagi kaum lelaki, karena merupakan perintah Rasulullah ; "Dulu aku melarang kalian ziarah kubur, namun sekarang berziarahlah karena itu akan mengingatkanmu kepada kematian" (H.R. Muslim). Ziarah kubur bagi kaum wanita, menurut sebagian ulama hukumnya makruh, sebagaimana diriwayatkan oleh Umi Athiyah "kami dilarang untuk ziarah kubur, tapi tidak diberatkan (diharamkan)" (H.R. Muslim), dan karena kekhawatiran bahwa kaum wanita akan menangis di atas kuburan oleh perasaannya yang sensitif. Wanita yang menangis dan berteriak-teriak ketika ziarah kubur inilah yang termasuk dalam kategori "wanita penziarah kubur yang dilaknat Allah" (H.R. Tirmizi). Namun bagi kaum wanita tetap disunnahkan untuk ziarah kubur Rasulullah dan orang-orang sholeh untuk mengingatkan kepada kematian dan mengekspresikan rasa cinta kepada Rasulullah serta mendoa'akanya. Dalam hadist sahih riwayat Muslim diceritakan Aisyah r.a. minta diajari Rasulullah s.a.w. kalimat doa yang sebaiknya diucapkan saat berziarah ke kubur Baqi'.

Tujuan ziarah kubur menurut agama Islam, tidak lain adalah sebagai pengingat bagi penziarah akan kematian yang pasti akan dialami oleh semua mahluk hidup dan yang kedua adalah untuk mendoakan kepada ahli kubur. Kiriman do'a termasuk yang akan sampai kepada orang yang telah meninggal, terutama bila do'a tersebut dari anak kepada orang tua yang sudah meninggal.

Etika cara ziarah kubur :

Ziarah kubur yang diajarkan oleh Rasulullah adalah dengan berdiri sejenak di atas kubur seraya mengucapkan "Assalaamu 'ala ahliddiyar minal mu'miniina wal muslimiin, wa inna insyaa-Allahu bikum lahiquun, as'alullaaha lanaa walakumul'afiyah", artinya : Salam sejahtera wahai para penghuni kubur dari kaum mu'minin dan muslimin, aku insya Allah akan menyusul kalian, aku berdo'a kepada Allah semoga senantiasa melimpahkan ampunan kepada kalian", atau do'a-do'a sejenisnya. Disunnahkan juga untuk memintakan ampunan Allah untuk ahli kubur.

Untuk melengkapi do'a kepada almarhum, juga bisa dilakukan dengan membacakan beberapa surah Al-Qur'an seperti surah Al-Fatihah, surah al-Ihlash dan surah Yaseen, yang pahalanya dikirimkan kepada almarhum. Para ulama memang berbeda pendapat mengenai apakan hadiah membacakan surah al-Qur'an untuk mayit, sampai pahalanya. Sebagian besar ulama mengatakan, insya Allah, akan sampai pahalanya. Rasulullah dalam sebuah hadist mengatakan "Bacalah untuk orang yang telah meninggal dari kalian, surah Yaseen" (H.R. Abu Dawud). Wallahu a'lam bissowab. Lebih Lengkap...